SAYURAN KEBUN ORGANIK
Back to nature, demikian slogan yang kni sering terdengar di mana-mana. Sayuran pun dituntut bebas pestisida, dan kembali ke budidaya tanpa bahan kimia sama sekali (secara organik).
Dulu ketika sayur-sayuran ditanam tanpa semprotan insektisida berbahan kimia konsumen di Jerman dan Amerika tidak heboh. Ketika penyemprotan dilakukan timbul bermacam-macam perdebatan antara yang anti pemakaian racun dan yang masih mempertahankannya. Yang pro mengatakan “penyemprotan racun serangga mutlak perlu kalau tidak mau hasil kebun merosot karena rusak terserang hama!”. Sebaliknya yang anti mengatakan “penyemprotan dilakukan dengan cara lain saja yang tidak menggunakan racun kimia”.
Di Eropa dan Amerika juga timbul imbauan yang meluas di kalangan konsumen, agar jangan menyemprotkan racun serangga lagi pada sayuran dan buah-buahan berkulit lunak seperti tomat, wortel, kubis, melon.
Tergerak dengan imbauan itu, beberapa petani pekebun beralih berkebun sayur tanpa racun kimia setetes pun. Cara ini kemudian ditiru oleh beberapa pekebun sayur di Pulau jawa, dengan jenis sayur dan tanaman pendukung yang sesuai dengan lingkungan setempat.
Alami
Untuk memberantas ulat, disemprotkan ekstrak biji mimba yang efektif menumpas ulat, larva lalat, dan larva kumbang. Ini digabung dengan menaruh daun-daun mimba di antara barisan tanaman, untuk menghalau ulat yang masih lolos dari pengaruh penyemprotan. Kadang juga diikuti penyemprotan larutan merica putih pada sayuran yang masih diserang ulat.
Untuk mencegah kutu Aphis dipakai kertas timah, atau aluminium foil yang mengkilap, diantara barisan tanaman. Pantulan sinar matahari yang menyilaukan membuat kutu pengisap tanaman tidak mau mendekat. Kalau toh masih kecolongan, kutu disemprot dengan air sabun, perasan daun pepaya, bawang merah, atau sari daun lantana.
Sebelumnya, pada waktu bertanam bibit sayuran (pindahan dari persemaian), petani organik juga menanam jenis-jenis penghalau serangga di antara barisan tanaman utama, seperti bawang daun, tomat, kenikir, dan jenis lain yang mengeluarkan bau busuk.
Ini semua masih ditambah dengan perlindungan menyeluruh bagi seluruh kebun sayur, berupa pagar keliling dari tanaman yang tidak disukai oleh serangga. Kembang sepatu, lantana dan beluntas sangat efektif menghalau serangga. Sangat boleh jadi serangga-serangga iu lalu terbang ke ‘kebun tetangga’ saja yang belum berkebun organik!
Kalau pagar hidup ini belum efektif karena masih muda, dipasanglah tumpukan daun dan batang tanaman sebagai pagar mati. Kulit durian yang busuk, kulit pinang yang menyengat, cincangan batang tembakau yang menusuk hidung, atau daun mimba dan mindi yang pahit. Pagar busuk dan pahit ini juga tidak disukai oleh serangga. Kebun sayur pun selamat dari serbuan mereka.
Untuk mencegah hama serangga yang lebih permanen, dimanfaatkan ‘jasa-jasa baik’ para serangga parasit yang memakan serangga dari dalam, seperti kaum penyegat Apanteles plutellae dan Diadegma cerophaga. Mereka bertelur di tubuh ulat kubis, dan larva yang menetas di tengah-tengah daging ulat tingggal menggerogotinya saja. Ulat kubis itu mati dari dalam.
Pupuknya Juga Bahan Organik
Untuk mempertahankan kesuburan tanah tidak dipakai pupuk buatan pabrik tapi bahan organik alami. Sebab pupuk kimia makin lama makin merusak struktur tanah. Memang hasil tanaman meningkat, tapi tanah makin lama makin keras sehingga sukar diolah.
Sebaliknya, tanah yang tetap gembur karena diberi bahan organik seperti pupuk hijau, kompos dan pupuk kandang, lebih mudah (dan murah) dikerjakan. Bahan ini diberikan setiap kali mau mulai bertanam. Jumlahnya perlu banyak, karena jumlah N dalam pupuk organik, terutama pupuk hijau, sedikit.
Pupuk hijau diperoleh dari tumbuh-tumbuhan yang sengaja ditanam sebelumnya di tepian kebun atau dipetakan khusus dalam kebun. Biasanya digunakan enceng-enceng, orok-orok, lamtoro, kacang-kacangan. Kalau tiba waktunya mengolah tanah menjelang bertanam sayuran, tanaman pupuk hijau itu ditebang untuk dibenamkan seluruh batang dan daunnya dalam tanah. Tanaman kacang-kacangan membentuk bintil akar yang ‘ditebengi’ bakteri pengikat nitrogen bebas dari udara. Kalau dibenamkan dalam tanah, bintil-bintil akar itu menambah jumlah nitrogen dalam tanah.
Sumber : TRUBUS - TH XXV - JULI 1994
No comments:
Post a Comment