Wukuf dilaksanakan pada hari arafah mulai dari tergelincir matahari tanggal 9 dzulhijjah sampai dengan terbit fajar tanggal 10 dzulhijjah. Wujuf dinilai sah walaupun dilaksanakan hanya sesaat dalam rentang waktu tersebut, akan tetapi diutamakan mendapatkan sebagian waktu siang dan waktu malam.
|
ilustrasi |
Pada saat wukuf, jamaah haji melaksanakan shalat, dzikir dan membaca doa serta memperbanyak membaca Al-Quran. Amalan yang disunahkan di Arafah adalah hendaklah setiap muslim bersungguh-sungguh berdzikir dan bertaubat, menyatakan ketundukan dan kepatuhan pada Allah Swt. Sedangkan pada saat persiapan wukuf hari-hari sebelumnya, pada tanggal 8 dzulhijjah jamaah haji berpakaian ihram dan niat haji bagi yang berhaji tamattu’ di penginapan masing-masing, sedangkan bagi yang berhaji ifrad dan qiran tidak niat haji lagi karena masih dalam keadaan ihram sejak dari miqat saat tiba, setelah itu berangkat ke Arafah. Pada tanggal 9 dzulhijjah bagi jamaah haji yang telah berada dalam kemah masing-masing menanti saat wukuf (ba;da zawal) sambil berzikir dan berdoa.
Di Arafah, wukuf boleh dilaksanakan di dalam maupun di luar tenda. Jamaah haji yang melakukan wukuf tidak disyaratkan suci dari hadats besar maupun kecil. Dengan demikian, wukuf jamaah haji yang sedang haid, nifas, junub dan hadats kecil adalah sah.
Kisah
Arafah
Arafah merupakan nama suatu padang pasir yang
luas. Menurut para ulama, asal penamaannya lebih dari satu kisah.
Pertama, para malaikat mengingatkan Adam As. dan Hawa
setelah keduanya diturunkan ke bumi, yakni di Arafah, agar mereka mengakui
dosa-dosanya dan memohon ampun kepada Allah. Dengan kata lain bibit manusia
yang pertama (Adam dan Hawa) diturunkan ke muka bumi ini adalah di Arafah.
Kedua, ketika Adam dan Hawa diturunkan dari surge,
keduanya berpisah tempat. Adam di India dan Hawa di Jeddah (Jeddah artinya
nenek). Setelah seratus tahun kemudian mereka bertemu di padang Arafah (arafah
berarti tahu atau kenal), tepatnya di Jabal Rahmah (bukit kasih sayang).
Ketiga, Ibrahim as. diberitahu Jibril cara menunaikan
manasik haji di tempat ini. Jibril bertanya, “Arafta’, tahukah kamu?” Ibrahim
menjawab, “Araftu, aku mengetahuinya.”
Keempat, pemberian nama Arafah berkaitan dengan
penamaan hari-hari sebagai berikut: hari kedelapan dzulhijjah disebut haru
Tarwiyah yang berarti merenung atau berpikir, erat kaitannya dengan peristiwa
yang dialami oleh Nabi Ibrahim as. yaitu pada hari Tarwiyah ini nabi Ibrahim
bermimpi mendapat perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail (QS. 37: 102-7).
Pada malam itu sampai besoknya Nabi Ibrahim as sangat gelisah, terus menerus
merenung dan berpikir, mempertanyakan apakah mmpinya itu berasal dari Allah
atau dari setan. Karena ragu beliau tidak segera melaksanakan mimpinya pada
siang harinya. Pada malam kesembilan, Ibrahim as. bermimpi para malaikat
mengingatkan lagi dengan perintah yang sama. Setelah mimpi yang kedua inilah
Nabi Ibrahim as. baru yakin bahwa mimpinya itu merupakan wahyu dari Allah SWT.
Oleh karena itu, hari kesembilan ini dinamakan hari Arafah (mengetahui). Pada
malam hari kesepuluh, Nabi Ismail as. bermimpi lagi untuk ketiga kalinya dengan
mimpi yang sama pula. Maka keesokan harinya (10 Dzulhijah) Nabi Ibrahim as
melaksanakan perintah itu, karena itu disebut hari Nahar yang berarti hari
penyembelihan.